Fenomenologi sebagai Pendekatan Studi Keislaman
A.
Fenomenologi sebagai sebuah
pemaknaan rasional
Fenomenologi merupakan gejala atau apa yang
menampakan diri pada kesadaran kita. Fenomenologi lahir dan digunakan dalam
studi agama sebagai sebuah metode penelitian ilmiah melawan pendekatan –
pendekata teologis. Sejarah kemunculan awal fenomenologi berkembang pada abad
ke-15 dan ke-16. Saat itu, terjadi perubahan terbesar dalam diri manusia
terkait perspektif tentang dirinya. Pada masa sebelumnya, manusia cenderung
memandang segala sesuatu dari sudut pandang ketuhanan. Kemudian, gelombang
modernitas yang muncul berhasil mengubah cara pandang tersebut. Banyakfilsuf
yang pada akhirnya menentang doktrin–doktrin gereja. Saat itulah, masa
pencerahan Eropa dimulai. Jadi, teori fenomenologi hadir sebagai perlawanan
dari teori sebelumnya yang memandang segala sesuatu dari sudut pandang
ketuhanan.
Kontibusi terbesar fenomenologi adalah adanya
norma yang digunakan dalam studi agama berdasarkan pengalaman dari pemeluk
agama itu sendiri. Hal paling penting dari pendekatan fenomenologi agama adalah
apa yang dialami pemeluk agama termasuk didalamnya apa yang ia katakan,
rasakan, dan kerjakan serta bagaimana pengalaman itu bermakna baginya. Dalam
kaitannya dengan studi agama, pendekatan fenomenologis tidak pernah terbakukan
dengan jelas, sehingga dibutuhkan upaya – upaya dalam menetapkan faktor-faktor
yang termasuk dalam pendekatan fenomenologis.
B.
Metode Burhani sebagai metode
penelitian
Merupakan metode berfikir yang didasarkan pada
keruntutan logika dan akal, tidak didasarkan pada teks maupun pengalaman.
Metode ini dijadikan oleh kaum rasional muslim (filsuf dan teolog) sebagai
salah satu metode ilmiah untuk dapat menemukan teori teori rasional secara
ilmiah. Ilmuwan muslim membutuhkan metode lain yang dinilai tepat dalam menguak
alam material sekaligus alam spritual, dan ilmuwan muslim dalam peradaban Islam
telah mengenalkan dan mengembangkan metode burhani.
C.
Integralisasi Metode Burhani dengan
fenomenologi
Dimyati, dengan mengutip dari beberapa gagasan
Husserl, menyatakan bahwa fenomenologi merupakan analisis deskriptif dan
introspektif tentang kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman
langsung yang meliputi inderawi, konseptual, moral, estetis dan religius.
Fenomenologi adalah suatu metode yang secara sistematis berpangkal pada
pengalaman dan melakukan pengolahan-pengolahan pengertian. (Dimyati, 2000).
Karenanya, manusia sebagai makhluk yang selalu melakukan komunikasi, interaksi,
partisipasi dan penyebab yang bertujuan. Kekhususan manusia terletak pada
intensionalitas psikisnya yang ia sadari, yang dikaitkan dengan dunia arti dan
makna. Maka, dunia makna manusia dapat diteliti dengan metode fenomenologi.
Epistemologi Burhani, berbeda dengan
epistemologi bayani dan irfani, yang masih berkaitan dengan teks suci, burhani
sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks, juga tidak pada pengalaman.
Burhani menyadarkan diri kepada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewat
dalil-dalil logika. Bahkan dalil-dalil agama hanya bisa diterima sepanjang ia
sesuai dengan logika rasional. Perbandingan ketiga epistemologi ini, seperti
dijelaskan al-Jabiri, bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogis non fisik
atau furu’ kepada yang asal, irfani menghasilkan pengetahuan lewat proses
penyatuan ruhani kepada Tuhan dengan penyatuan universal, burhani menghasilkan
pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang
telah diyakini kebenarannya.
Dengan demikian, sumber pengetahuan burhani
adalah rasio, bukan teks atau intitusi. Rasio inilah yang dengan dalil-dalil
logika, memberikan penilaian dan keputusan terhadap informasi-informasi yang
masuk lewat panca indera, yang dikenal dengan istilah tasawwur dan tasdiq.
Penggabungan antara rasionalisme dan empirisme atau disebut juga Integralisasi
metode burhany dengan fenomenologi pada kehidupan sehari-hari adalah kita bisa
mengetahui sebab akibat dari seorang perempuan yang melahirkan berdasarkan
teori dan pengalaman yang ada.
Komentar
Posting Komentar