EPISTEMOLOGI MISTIS DAN SUFISTIK
Disusun Oleh:
1. Raisya
Pratiwi 196111079
2. Samara
U.
Jannah 196111087
3. Resti
Ayu Febriani 196111099
4. Vyta
Bella 196111100
A.
Mistis
Mistis adalah
pengetahuan yang tidak rasional, yaitu pengetahuan (ajaran atau keyakinan)
tentang Tuhan yang diperoleh melalui latihan meditasi atau latihan spiritual,
bebas dari ketergantungan indera atau rasio. Pengetahuan mistis ialah
pengetahuan yang tidak dapat dipahami rasio. Dalam Islam yang termasuk
pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang diperoleh melalui jalan tasawuf.
Pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang diperoleh tidak melalui indera dan
bukan melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa dan hati. Yang
menjadi objek pengetahuan mistis ialah objek yang abstrak-supra-rasional,
seperti alam gaib, Tuhan, malaikat, surga, neraka dan jin. Pada umumnya cara
memperoleh pengetahuan mistis adalah latihan yang disebut dengan riyadhah
(latihan), dari situlah manusia dapat memperoleh pencerahan, memperoleh
pengetahuan.
Kebenaran
pengetahuan mistis diukur dengan berbagai ukuran. Ada kalanya ukuran kebenaran
pengetahuan mistis itu kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap benar jika kita
mempercayainya. Ada kalanya juga kebenaran suatu teori diukur dengan bukti
empiris, yaitu ukuran kebenaran. Sulit memahami jika sesuatu teori dalam
pengetahuan mistis bila pengetahuan itu tidak punya bukti empirik, sulit
diterima karena secara rasional tidak terbukti dan bukti empiris pun tidak ada
1. Epistemologi Pengetahuan Mistis
Bagaimana pengetahuan mistis diperoleh?
Objek empiris dapat diketahui sains, objek abstrak-rasional dapat diketahui
filsafat, sisanya, yaitu yang abstrak-supra-rasional diketahui dengan apa? Mistis
di sini bukan lagi kata sifat tetapi nama, sejajar dengan sains dan filsafat.
Pengetahuan mistis ialah pengetahuan yang diperoleh tidak melalui indera dan
bukan melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa, melalui hati
sebagai alat merasa. Sehingga hal-hal yang tidak dapat dipahami oleh indera
dapat diterima oleh hati dan rasa. Adapun objek dari pengetahuan mistis adalah
objek yang abstrak-supra-rasional, seperti alam ghaib termasuk Tuhan, malaikat,
surga, neraka dan jin. Termasuk objek-objek yang hanya dapat diketahui melalui
pengetahuan mistis ialah objek-objek yang tidak dapat dipahami oleh rasio,
yaitu objek-objek supra-natural seperti kebal, debus, pelet, penggunaan jin dan
santet. Pada umumnya cara memperoleh pengetahuan magis adalah latihan yang
disebut riyadhah. Dari riyadhah itu manusia memperoleh pencerahan, mem-peroleh
pengetahuan yang dalam tasawuf disebut marifah.
Cara pengetahuan mistis menyelesaikan masalah tidak melalui
proses inderawi dan tidak juga melalui proses rasio. Ada dua macam mistis yaitu
mistis yang biasa dan mistis magis. Mistis magis adalah kegiatan mistis yang
mengandung tujuan-tujuan untuk memperoleh sesuatu yang di inginkan penggunanya.
Dunia mistis magis dalam dunia Islam yaitu ’ulum al-hikmah yang berisi antara
lain rahasia-rahasia huruf al-Qur‟an yang mengandung kekuatan magis, rahasia
wafaq dan rahasia Asma Ilahiyah. Pada kenyataannya tokoh-tokoh mistis-magis itu
kebanyakan para sufi. Kekuatan alam akhirnya tunduk di bawah sinar Ilahi dan
dukungan-Nya melalui huruf-huruf dan nama indah-Nya. Melalui kalam Ilahi inilah
jiwa-jiwa Ilahiyah yang aktif dapat digunakan manusia untuk tujuan yang
dikehendakinya. Pada perkembangannya dunia mistis-magis Islam terbagi dua
kelompok, yaitu mistis-magis dalam bentuk wirid-wirid dan mistis-magis dalam
bentuk benda-benda yang telah di formulasikan sedemikian rupa biasanya berupa
wafaq-wafaq atau isim-isim.
Ada dua aliran yang terdapat pada
pengetahuan Mistis Magis yaitu Mistis Magis Putih dan Mistis Magis Hitam.
Adapun cara kerja dari masing-masing aliran tersebut adalah:
a.
Cara kerja Mistis-Magis-Putih
Para ahli hikmah menyadari bahwa
kekuatan Tuhan baik yang ada dalam diri-Nya atau yang ada dalam firman-Nya
dapat digunakan oleh manusia. Ayat-ayat al-Qur‟an atau kitab langit lainnya
sering digunakan sebagai perantara untuk menghubungkan manusia dengan Tuhannya,
bahkan Asma-asma Tuhan sering digunakan untuk meminta sesuatu. Jika seseorang
dapat atau sanggup mempraktekkan wirid atau do‟a sesuai dengan rumusan maka
kekuatan Ilahiyah (khadam atau malaikat) akan dapat dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan yang kehendaki terlebih jika diikuti oleh jiwa yang bersih.
b.
Cara kerja Mistis-Magis-Hitam
Mereka membuat simbol-simbol atau nama
atau atribut-atribut, lalu ia bacakan mantra. Selama mengucapkan kata-kata
buruk itu, ia mengumpulkan ludahnya untuk disemburkan pada gambar itu. Lalu ia
ikatkan buhul pada simbol menurut sasaran yang telah disiapkan tadi. Ia
menganggap ikatan buhul itu memiliki kekuatan dan efektif dalam praktik sihir.
Ia meminta jin-jin kafir untuk berpartisipasi, ia memunculkan lebih banyak roh
jahat sehingga segala sesuatu yang dituju benar-benar terjadi.
2.
Mistisisme
dalam Islam
Mistisisme dapat ditemukan dalam Islam
melalui jalan tasawuf dan oleh kaum orientalis Barat disebut sufisme. Kata
sufisme dalam istilah orientalis Barat khususnya dipakai untuk mistisme Islam.
Sufisme tidak dipakai untuk mistisme yang terdapat dalam agama-agama lain.
Tasawuf adalah istilah yang berkembang di dunia Arab. Sementara sufisme lebih
populer di Barat, yang dinisbahkan kepada seorang pelaku tasawuf, sufi.
Tujuannya pun satu, dan sama dengan tujuan syari‟at, yaitu kesalehan batin dan
perilaku dengan berbagai maqamnya, yang menjadikan sufisme menyimpang adalah
ketika salah satu maqamnya, wihdatul wujud, berkembang ke arah ittihad atau
hulul, yang kemudian lebih sering berkaitan dengan sinkrestisme. Ini, yang
menyalahi tauhid.
3.
Pengaruh
Mistis Dalam Kehidupan
Sebagai sebuah kenyataan dalam cakrawala
hidup, keberadaan daya-daya gaib dengan atau tanpa mistis magis tidak bisa
ditampik. Namun itu tidak berarti harus melupakan dampak-dampak yang muncul
dari penggunaannya secara sosial. Persoalannya pun lebih dari sekedar
menyangkut etika maupun ketepatgunaan mistis magis bagi masa kini. Sehingga
jika mencoba berikhtiar untuk mengelola daya-daya gaib untuk kepentingan yang
sesuai dengan tema zaman. Sampai langkah ini saja sudah dapat teraba potensi
konfrontasi antara watak penalaran mistis magis dengan trend zaman sekarang
yang berpihak pada corak berpikir
analitis akali.
Kepercayaan dan praktek-praktek mistis
magis secara luas menghindarkan orang dari telaah akali, yang menjadi salah
satu corak kebudayaan umat manusia kini dan esok. Dunia mistis masih cukup
kental dengan sebagian masyarakat tanah air kita. Keyakinan terhadap penguasa
yang mampu mendatangkan keberuntungan dan menyingkirkan marabahaya –selain
Allah SWT tetap mengakar pada mereka ini. Guna melancarkan roda kehidupan,
hajatan, atau urusan mereka, mereka menghidupkan ritual-ritual persembahan
tumbal dan sesaji. Persembahan tumbal biasanya dalam bentuk binatang ternak,
baik disembelih terlebih dahulu maupun dipersembahkan dalam keadaan
hidup-hidup. Sementara persembahan sesaji dilakukan dengan selain hewan
bernyawa.
B.
Sufistik
1.
Epistimologi
Sifistik
Arti sufistik menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah bersifat atau beraliran sufi, berkaitan dengan ilmu
tasawuf. Mengenai asal kata tasawuf, terdapat banyak pendapat diantaranya
berasal dari kata shafa (bersih), shufi (orang yang hatinya tulus
dan bersih), shuffah (serambi masjid
yang ditempati sahabat nabi), dan suf (kain yang terbuat dari
bulu atau wool). Dari beberapa pendapat itu, pendapat yang mengatakan sufi
berasal dari kata suf adalah pendapat
yang paling disetujui karena mereka menganggpa dengan mengenakan pakaian
sederhana itu, kaum sufi merasa terhindar dari sifat ria’ dan lebih menunjukkan
kezuhudan.
Kemudian, menurut Harun Nasution,
tasawuf adalah ilmu yang mempelajari cara orang islam agar dapat sedekat
mungkin dengan Allah agar memperoleh hubungan langsung dengannya. Inti dari
sufisme adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antar ruh manusia
dengan realitas mutlak (Allah) yang dapat diperoleh dengan usaha tertentu.[1]
Syekh Ibnu Ajibah juga memberikan pendapatnya mengenai tasawuf, ia berpendapat
bahwa tasawuf merupakan suatu ilmu yang membawa seseorang bisa bersama dengan
Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian jiwa batin dan mempermanisnya dengan amal
sholeh dan jalan tasawuf tersebut diawali dengan ilmu, tengahnya amal dan
akhirnya karunia ilahi. Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa secara umum tasawuf dapat diartikan sebagai usaha atau upaya
seseorang untuk mensucikan dirinya dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan
duniawi dan akan memusatkan seluruh perhatiannya kepada Allah.
Sementara itu, epistemologi sufi atau
yang dikenal dengan epistemologi ‘irfan adalah salah satu model penalaran dalam
tradisi keilmuan islam, selain bayani dan burhani. Epistemologi ini
dikembangkan oleh masyarakat sufi.[2]
Epistemologi ini mendasarkan pengetahuannya kepada intuisi, kasyf, atau
penyingkapan rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. Oleh karenanya pengetahuan
ini tidak boleh berdasarkan analisis teks atau ketuntutan logika, namun
berdasar atas terlimpahnya pengetahuan secara langsung dari Tuhan, ketika hati
sebagai sarana pencapaian pengetahuan irfani siap untuk menerimanya. Seseorang
perlu melakukan persiapan-persiapan tertentu (maqam) dan mengalami
kondisi-kondisi batin tertentu (haal) sebelum menerima limpahan
pengetahuan tersebut secara langsung.[3]
Kemudian, pendekatan sufistik dalam
studi islam adalah sebuah paradigma yang memusatkan pada kajian tentang
pembersihan jiwa manusia, yang kemudian digunakan untuk memahami dan mengatasi
suatu permasalahan tertentu. Sufistik sebagai pendekatan memiliki karakteristik
diantaranya, tema-tema yang diangkat selalu berhubungan dengan nilai akhlak
yang abstrak, berhubungan dengan jiwa manusia, berbicara tentang pemikiran para
tokoh tasawuf, dan berbicara tentang solusi pembersihan jiwa menurut ajaran
al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Pengaruh Sufistik Dalam Dunia Modern
Modernitas tidak hanya menghadirkan
dampak positif, namun juga dampak
negatif. Modernitas terus bergerak tanpa memperdulikan timbulnya dampak dibalik
gerakannya. Modernitas yang merupakan kristalisasi budidaya manusia adalah keharusan sejarah yang tak
terbantahkan dan tidak bisa dihindarkan bagi setiap manusia, oleh karenanya
kita juga perlu membuat proteksi dari berbagai dampak negatif yang timbul
karenanya. Dalam kondisi demikian, agama merupakan satu tawaran dalam
kegersangan dan kehampaan spiritualitas manusia modern. Seperti kita ketahui,
kondisi kekinian dan serba modern telah membawa orang jauh dari Tuhannya. Oleh
karenanya diperlukan jalan untuk membawanya kembali yaitu dengan
menginternalkan nilai-nilai spiritual (dalam islam disebut tasawuf) atau
membumikannya dalam kehidupan masa kini. Tasawuf merupakan solusi alternatif
terhadap kebutuhan spiritual dan pembinaan manusia modern yang data
menghantarkan manusia menuju kesempurnaan dan ketenangan hidup yang hampir
hilang atau bahkan tidak pernah dipelajari oleh manusia modern.[4]
Relevansi nilai-nilai sufistik memiliki peran
penting dalam kehidupan sosial masyarakat modern. Seperti kita ketahui, ajaran
tasawuf apabila diterapkan akan memberi makna hidup bagi manusia dalam
membentuk kondisi lingkungan yang kondusif dan berakhlak. Berikut adalah
beberapa pengaruh sufistik dalam dunia modern:
1) Ajaran
zuhud (asketisme) dalam sufistik sangat tepat untuk mengatasi sikap
materialistik dan hedonistik yang merebak dalam kehidupan yang modern ini. Pada
intinya, sikap zuhud dapat menghindarkan diri dari kecenderungan-kecenderungan
hati yang terlalu mencintai kehidupan duniawi.
2) Ajaran
taqarub ilallah (mendekatkan diri kepada Tuhan), nilai ajaran ini sangat
dibutuhkan masyarakat modern yang mengalami jiwa yang terpecah agar mereka
selamat dari jeratan duniawi yang selalu berubah dan bersifat sementara ini.
3) Ajaran
sikap ridha (selalu menerima segala keputusan Allah) yang diajarkan dalam
tasawuf dapat menghindarkan diri dari sikap frustasi dan putus asa dalam
menghadapi tantangan kehidupan.
4) Ajaran
uzlah (usaha mengasingkan diri dari perangkap dan tipu daya duniawi)
dapat digunakan untuk membekali manusia modern agar tidak menjadi sekruft dari
mesin kehidupannya, yang tidak tahu lagi arahnya mau di bawa ke mana. Ajaran
ini membantu masyarakat modern untuk mengendalikan aktivitas kehidupannya
sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan dan tidak larut dalam pengaruh keduniaan.
5) Ajaran
tawakkal ilallah (berserah diri pada Tuhan), membekali manusia modern
agar memperkokoh jiwanya dan memiliki pegangan yang kuat karena menyandarkan
sepenuhnya kepada Tuhan. [5]
[1]
A. Qomaruddin, “Pendekatan Sufistik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam”. Jurnal Piwulang. Vol. 2 No. 1, September 2019, hal. 27.
[2] A. Khudori
Sholeh, “Mencermati Epistemologi Tasawuf”. Jurnal Ulumuna. Vol. 14 No.
2, Desember 2010, hal. 228.
[3] Amat Zuhri,
“Tasawuf dalam Sorotan Epistemologi dan Aksiologi”. Jurnal Religia, Vol.
19 No. 1, April 2016, hal. 10.
[4] Nilyati, “Peranan
Tasawuf dalam Kehidupan Modern”. Jurnal Tajdid, Vol. 14 No. 1, hal. 136.
[5] Rahmawati, “Peran Akhlak Tasawuf dalam Masyarakat Modern”.
Jurnal Al-Munzir, Vol. 8 No. 2, hal. 243.
Komentar
Posting Komentar